• Fakultas Biologi UGM
  • Channel Video Kami
  • Menara Ilmu
Universitas Gadjah Mada Lab Sistematika Hewan
sub Parasitologi Fakultas Biologi UGM
  • Tentang Kami
  • Praktisi
  • Forum dan Konsultasi
  • Hubungi Kami
  • Beranda
  • Artikel
  • Amebiasis

Amebiasis

  • Artikel
  • 9 August 2018, 20.26
  • Oleh: Soenarwan Hery
  • 0

E. Patologis dan Gejala Klinik

Gejala klinik tergantung pada lokalisasi dan beratnya infeksi. Gejala yang sering dialami adalah nyeri pada bagian perut bawah dan kanan bawah, sering terasa ingin buang air besar, diare dengan tinja lunak, berair dan berisi sejumlah darah dan lendir (Fotedar et. al., 2007). Gejala akan muncul setelah 1-4 minggu menelan kista, ketika tropozoit masuk ke dinding usus mereka akan masuk ke peredaran darah dan menyerang berbagai organ dan menyebabkan infeksi, sakit dalam, bahkan kematian.

F. Pencegahan dan Pengobatan Penyakit

Pencegahan dilakukan dengan memperhatikan kondisi higienitas diri, sanitasi, pola hidup bersih dan sehat adalah hal penting dalam pengendalian infeksi. Aspek higiene perorangan dapat melalui cara mencuci tangan dengan sabun setelah dari kamar kecil, tidak makan makanan mentah atau setengah matang, mencuci alat makan dan minum dengan sabun, membuang kotoran, air kotor, dan sampah dengan baik.Pengobatan untuk amebiasis merupakan obat yang efektif diserap langsung ke mukosa usus dan segera membunuh kista dan trofozoit (Lubis, 2004) Obat emetin hidrokhlorin efektif secara parenteral untuk membunuh trofozoit. amebiasis akut dan ekstraintestinal sebaiknya diobati dengan metronidazol. Metronidazol merupakan obat pilihan karena terbukti efektif membunuh E. histolytica baik kista maupun trofozoit (Praptiwi dan Murniati, 1995). E. histolytica juga dapat menyebabkan infeksi Asymptomatic intestinal yang dapat diobati menggunakan obat-obatan luminal amebicides, seperti paromomycin dan diloxanide furoate. Obat-obat ini akan memberantas luminal amebae dan mencegah invasi jaringan berikutnya dan menyebar infeksi melalui kista (Pritt and Clark, 2008).

Review jurnal

Host-Parasite Interactions and Mechanisms of Infection in Amebiasis

Supriastuti

Penyakit diare menjadi masalah kesehatan masyarakat yang ada di negara berkembang. Amebiasis merupakan penyakit dengan tingkat kematian yang tinggi. WHO dan Pan American Health Organization (PAHO) menjelaskan amebiasis sebagai penyakit akibat infeksi Entamoeba histolytica yang tidak mempengaruhi gejala klinis. Diagnosis dari infeksi E. histolytica umumnya berdasarkan pemeriksaan feses, namun metode tersebut tidak terlalu representatif karena morfologi E. histolytica tidak dapat dibedakan dari spesies Entamoeba non patogenik. Ada beberapa jenis Entamoeba yang menginfeksi lumen intestinum seperti E. histolytica, E. dispar, E. moshkovskii, E. polecki, E. coli, dan E. hartmanni. E. histolytica merupakan spesies tunggal yang menjadi patogen definitif pad manusia. E. histolytica amebiasis secara klinis tidak menunjukkan gejala tertentu untuk diare disentri dan amebiasis ekstraintestinal infasif, terutama dalam bentuk abcsess diliver.

Epidemologi dari E. histolytica belum diketahui secara pasti, karena memiliki morfologi yang mirip dengan 3 spesies Entamoeba yang lain, yaitu E. histolytica, E. dispar, dan E. moshkovskii. E. moshkovskii seting ditemukan di daerah endemik E. histolytica yang meningkatkan prevalensi amebiasis. Di negara berkembang prevalensi tergantung pada budaya, kondisi sosioekonomi, usia, ketersediaan air bersih, densitas populasi, sanitasi yang rendah, adanya transmisi fecal-oral dari satu orang ke orang lainnya. Pada negara berkembang, infeksi paling sering disebabkan oleh E. dispar. Infeksi E. moshkovskii tidak menunjukkan gejala tertentu pada manusia. Pengujian infeksi amebiasis dapat dilakukan dengan single-round PCR assay, sebagai metode diagnostik yang akurat, cepat, dan efektif untuk mendeteksi dan membedakan tiga jenis Entamoeba berbeda, sebagai cara alternatif dalam diagnosis amebiasis dan survey epidemologi.

Amebiasis invasif, termasuk absess amebiasis liver cenderung banyak ditemukan pada laki-laki dan perempuan, sedangkan pada anak prepubertas cenderung seimbang antara laki-laki dan perempuan. Selain itu, abscess amebasis liver lebih banyak ditemukan pada individu dewasa daripada anak-anak. Hal tersebut kemungkinan karena proporsi amebiasis hati lebih tinggi pada laki-laki berkaitan dengan rentannya terkena amebiasis invasif.

Patogenesis amebiasis

Masuknya kista parasit sebagai manifestasi E. histolytica tidak menunjukkan gejala spesifik, namun dapat diketahui dengan pemeriksaan mikroskopik pada sampel feses penderita. Dalam feses, kista umumnya dapat ditemukan namun tropozoit sangat jarang teramati. Individu yang tidak menunjukkan gejala khusus saat terinfeksi E. histolytica dapat diketahui dari antibodinya yang menunjukkan ketidaknormalan tertentu. Selain itu, kolonisasi asimtomatis E. histolytica menjadi penyebab utama dari disentri amebiasis dan kelainan invasif lainnya. Haque et al. (2003) melaporkan bahwa terdapat 4-10% individu yang terinfeksi kolonisasi asimtomatis E. histolytica memiliki kolitis atau kelainan ekstraintestinal.

Intestinal amebiasi

Infeksi dapat diinisasi dengan memakan kista quadrinukleat E. histolytica yang berada makanan dan minuman yang terkontaminasi materi feses. Hal tersebut banyak ditemukan dalam kebiasaan yang ada di negara berkembang dan menjadi kebiasaan. Bentuk infektif dari kista berkembang didalam perut dan usus halus. Kista akan berkembang didalam lumen usus halus, dimana tropozoit invasif yang motil keluar berpindah kedalam lumen usus besar. Tropozoit menempel pada lumen dengan adanya galaktosa dan N-acetyl-D-galactosamine(GalNAc)-spesific lectin, yang berada dipermukaan amoeba. Tropozoit akan menempel pada lapisan lendir kolon. Reproduksi tropozoit secara seksual dan semua populasi E. histolytica hidup secara koloni. Pada infeksi yang sering terjadi, tropozoit akan menempel dan hidup pada lapisan lendir (mucin) serta menghasilkan kista baru secara pembelahan biner, sehingga mengakibatkan adanya batasan dan infeksi asimtometis. Kista akan dikeluarkan bersama feses dan melanjutkan siklus hidupnya dengan penyebaran secara fecal-oral. Dinding tebal pada kista melindungi kista untuk bertahan hidup hingga beberapa minggu pada lingkungan luar dan ditransmisikan untuk menginfeksi. Sedangkan, tropozoit yang ikut keluar bersama feses akan cepat mati karena tidak memiliki pelindung. Kista umumnya ditemukan dalam bentuk feses sedangkan tropozoit ditemukan dalam feses cair.

Pada beberapa kasus, tropozoit menempel pada epitel kolon menyebabkan lisisnya epitel, menginisiasi invasi kolon oleh tropozoit atau penyebaran hematogeni tropozoit ke daerah ekstraintestinal, dengan beberapa variasi manifestasi patogen. Bukti penelitian menunjukkan bahwa lectin E. histolytica tidak memiliki efek toksisitas meskipun pada konsentrasi tinggi, sehingga diduga sitolisis diakibatkan oleh adanya adhesi oleh stimulasi lectin polimerisasi. Neutrofil bereaksi adanya invasi dan menyebabkan luka seluler lokal. Invasi di epitel intestinal diikuti dengan penyebaran ekstraintestinal ke daerah peritoneum, liver, dan lokasi lainnya. Penyakit intestinal invasif dapat terjadi selama beberapa hari hingga menahun setelah inisiasi infeksi yang ditandai dengan adanya sakit dibagian abdomen dan diare disertai darah. Diare dengan lendir dan berair, kontipasi, dan tenesmus dapat terjadi. Gambar beriikut merupakan gambaran invasi tropozoit secara histologi dan adanya luka seperti bisul dipermukaan intestinal.

flask-shaped bisul invasif karena amebiasis intestinal
Gambar 2. “flask-shaped” bisul invasif karena amebiasis intestinal dengan pewarnaan hematoxylin-eosisn perbesaran 50x. Bagian ujung (apex) dari bisul pada lumen mendekati bagian dasar, membentuk mirip botol. Bentuk tersebut merupakan tropozoit yang meninvasi melalui mukosa dan berpindah ke submukosa (yang ditandai panah). Secara mikroskopis, tropozoit terletak disudut bisul submukosa.

Kolitis terjadi saat tropozoit masuk ke mukosa intestinum, yang berfunsi sebagai pembatas invasi untuk mencegah adhesi dari amebae ke epitel dan menurunkan motilitas tropozoit. Invasi tropozoit menyebabkan sel epitel mati, neutrofil, dan limfosit. Hal tersebut terjadi saat lectin parasit mengikat N-acetyl-D-galactosamine inangnya dan sel O-terikat pada permukaan oligosakarida. Penderita dengan kolitis amebiasis menunjukkan gejala seperti rasa sakit didaerah perut, kehilangan berat badan, dan diare cair disertai darah. Adanya interaksi antara parasit dengan epitel intestinum menghasilkan respon inflamasi ditandai dengan  aktifnya faktor nukleus eB dan sekresi limfokinase. Respon epitel tergantung pada faktor virulensi tropozoit sisteine proteinase, yang menyebabkan varias abnormalitas intestinum melalui rusaknya neutrofil. Respon sel pada penderita amebiasis abscess liver ditandai dengan proliferasi limfosit dan sekresi limfokin.

 

Next >> Kesimpulan

Tags: Amebiasis Parasitologi

Leave A Comment Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

Recent Posts

  • Amebiasis
  • Skistosomiasis
  • Leptospirosis
  • Larva Migran
  • Limfatik Filariasis
  • Rabies
  • Malaria
  • Flu Burung (Avian Influenza)
  • Toksoplasmosis
  • Zoonosis dan Penggolongannya

Categories

  • Artikel

Archives

  • August 2018
  • July 2018
Universitas Gadjah Mada

Lab SH sub Parasitologi

Artikel Terbaru

  • Amebiasis
  • Skistosomiasis
  • Leptospirosis

Archives

  • August 2018
  • July 2018

© 2018 Lab SH sub Parasitologi Fakultas Biologi UGM

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY

[EN] We use cookies to help our viewer get the best experience on our website. -- [ID] Kami menggunakan cookie untuk membantu pengunjung kami mendapatkan pengalaman terbaik di situs web kami.I Agree / Saya Setuju