• Fakultas Biologi UGM
  • Channel Video Kami
  • Menara Ilmu
Universitas Gadjah Mada Lab Sistematika Hewan
sub Parasitologi Fakultas Biologi UGM
  • Tentang Kami
  • Praktisi
  • Forum dan Konsultasi
  • Hubungi Kami
  • Beranda
  • Artikel
  • Larva Migran

Larva Migran

  • Artikel
  • 6 July 2018, 04.09
  • Oleh: Soenarwan Hery
  • 0

LARVA MIGRAN

Oleh: Aditya Saptadi Rere, Anggoro Chandra Y,  Asti Vanani, Dwi Sartika

 

A. PENGERTIAN

Cutaneus larva migran merupakan suatu penyakit kulit akibat parasit yang disebabkan oleh migrasi dari larva cacing tambang binatang seperti anjing dan kucing pada epidermis kulit manusia. Suatu penyakit kelainan kulit yang merupakan peradangan berbentuk linear atau berkelok-kelok, menimbul dan progresif. Larva cacig beredar di bawah kulit manusia, yang ditandai dengan adanya erupsi kulit berupa garis papula kemerahan. Penyakit ini juga dikenal sebagai Hookworm-related cutaneous larva migrans (HrCLM) (Saroufim et al.,2014).

B. PENYEBAB

Penyebab utama dari HrCLM adalah larva cacing tambang dari kucing dan anjing (Ancylostoma braziliense, Ancylostoma caninum, dan Ancylostoma ceylanicum). Penyebab lain yang memungkinkan, yaitu larva Uncinaria stenocephala dan Bunostomum phlebotomum (Richey et al.,1996).

C. MORFOLOGI

  • Ancylostoma caninum

Memiliki tiga pasang gigi. Panjang cacing jantan dewasa Ancylostoma caninum berukuran 11-13 mm dengan bursa kopulatriks dan cacing betina dewasa berukuran 14-21 mm. Cacing betina meletakkan rata-rata 16.000 telur setiap harinya (Richey et al.,1996).

  • Ancylostoma braziliense

Morfologi mirip dengan A. Caninum, tetapi kapsul bukalnya memanjang dan berisi dua pasang gigi sentral. Gigi sebelah lateral lebih besar, sedangkan didi sebelah medial sangat kecil. Selain itu, pada Ancylostoma braziliense juga terdapat sepasang gigi segitiga di dasar bukal kapsul. Cacing betina berukuran 6-9 mm dan cacing jantan berukuran 5-8 mm. Cacing betina dapat mengeluarkan telur 4.000 butir setiap hari (Richey et al.,1996)

D. SIKLUS HIDUP

Telur keluar bersama tinja pada kondisi lembab, hangat, dan tempat yang teduh. Telur  menetas dalam 1-2 hari menjadi larva rabditiform yang tumbuh di tinja dan/atau tanah menjadi larva filariform (larva stadium tiga) yang infektif setelah 5-10 hari. Larva dapat bertahan hidup selama beberapa bulan jika tidak terkena matahari langsung dan berada dalam lingkungan yang hangat dan lembab. Pada kontak hewan (anjing dan kucing), larva menembus kulit dan dibawa melalui pembuluh darah menuju jantung dan paru-paru. Larva kemudian menembus alveoli, ke bronkiolus menuju ke faring dan tertelan. Larva mencapai usus kecil, kemudian tinggal dan tumbuh menjadi dewasa (Saroufim et al.,2014).

Siklus hidup Ancylostoma sp.
Gambar 1. Siklus hidup Ancylostoma sp. (CDC.gov)

Larva migran pada manusia apabila  terinfeksi  larva filariform dengan menembus kulit.. Larva merayap di sekitar kulit untuk tempat penetrasi yang sesuai. Akhirnya larva menembus ke lapisan korneum epidermis (Saroufim et al.,2014).

Next page>> Patologi

Tags: Larva Migran Parasitologi

Leave A Comment Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

Recent Posts

  • Amebiasis
  • Skistosomiasis
  • Leptospirosis
  • Larva Migran
  • Limfatik Filariasis
  • Rabies
  • Malaria
  • Flu Burung (Avian Influenza)
  • Toksoplasmosis
  • Zoonosis dan Penggolongannya

Categories

  • Artikel

Archives

  • August 2018
  • July 2018
Universitas Gadjah Mada

Lab SH sub Parasitologi

Artikel Terbaru

  • Amebiasis
  • Skistosomiasis
  • Leptospirosis

Archives

  • August 2018
  • July 2018

© 2018 Lab SH sub Parasitologi Fakultas Biologi UGM

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY

[EN] We use cookies to help our viewer get the best experience on our website. -- [ID] Kami menggunakan cookie untuk membantu pengunjung kami mendapatkan pengalaman terbaik di situs web kami.I Agree / Saya Setuju